BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Pengertian
Filsafat Pendidikan
Ada
beberapa pengertian filsafat pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
1. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan
yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu
pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan
kegunaannya.
2. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara
komprehensif dan kontemplatif tentang sumber seluk beluk pendidikan, fungsi,
dan tujuan pendidikan.
3. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori-teori
pendidikan.
4. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di
kelas dan diluar kelas.
5. Filsafat
pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode dan pendekatan dalam
pendidikan.
6. Filsafat
pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternatif.
7. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan.
8. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran.
9. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat alat-alat dan media pendidikan.
Metode yang
dipergunakan oleh filsafat pendidikan sebagai berikut:
1. Ontologi
pendidikan
2. Epistemologi
pendidikan
3. Aksiologi
pendidikan
4. Filsafat
pendidikan
B. Ruang
lingkup filsafat pendidikan
1. Pendidik.
Yang dimaksud dengan pendidik ialah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan
siapa saja yang memfungsikan dirinya untuk mendidik.
2. Murid
atau anak didik. Anak didik secara filosofis merupakan obyek para pendidik
dalam melakukan tindakan yang bersifat mendidik.
3. Materi
pendidikan. yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun
sedemikian rupa untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
4. Perbuatan
mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilakukan
oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didiknya.
5. Metode
pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia pendidikan
pada saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik.
6. Evaluasi
dan tujuan pendidikan. evaluasi sangat bergantung pada tujuan pendidikan.
7. Alat-alat
pendidikan dan lingkungan pendidikan merupakan fasilitas yang digunakan untuk
mendukung terlaksananya pendidikan.
BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN
POSITIVISME
Positivisme yang
diperkenalkan oleh Augus Comte berpandangan bahwa pengetahuan tidak boleh
melebihi fakta-fakta. Dengan demikian ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh
istimewa dalam bidang pengetahuan.
Filsafat kehidupan pun harus meneladani contoh itu. Olehkarena itu, positivisme
menolak pemahaman metafisika dan mitos-mitos irasional. Positifisme selalu
mempertanyakan “hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, yang bagi
positivisme tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan menyelidiki
fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Secara filososfis,
semua ilmu pengetahuan yang beragam coraknya dikoordinasikan oleh filsafat.
Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan pemahaman empirisme.
Positivisme mengutamakan pengalaman. Hanya berbeda dengan empirisme inggris
yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan,
positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah
tersebut karena tidak faktual.
Pandangan dan penemuan ilmiah
manusia mengenai alam jagad raya ini telah mendorong lahirnya filsafat
pendidikanberbasis positivisme. Pendidikan diarahkan pada suatu tujuan yang
realistik. Pengembangan kurikulum ditekankan pada suatu proses penciptaan anak
didik yang rasional dan empiris. Masyarakat harus menyadari sepenuhnya bahwa
kehidupan tidak bergantung pada mitos dan berbagai legenda karena semua itu
akan membuat masyarakat bodoh. Kehidupan bergantung pada melihat pengetahuan
dengan memperdalam pendidikan yang empiris dan realistis. Pendidikan harus
berbasis pada penelitian dan kebenaran yang pasti dan indriawi.
BAB III
FILSAFAT PENDIDIKAN
EMPIRISME
Penganut empirisisme berpandangan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia. Tanpa pengalaman,
rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Andaikan
menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah hayalan belaka.
Sebagai penganut empirisme, Hobbes
berpendapat bahwa pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman.
Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu
pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah
yang memberi jaminan kepastian.
Beberapa pandangan filusuf tentang
pengalaman sebagai sumber pengetahuan, menggambarkan secara mendalam kepada
kita bahwa sumber pertama pengetahuan adalah pengalaman. Dengan demikian, the experience is the best teacher, bukan
pernyataan yang salah. Manusia yang belajar dari pengalamannya adalah manusia
yang memahami bahwa masa depannya akan sangat bergantung pada kecerdasannya
mengambil pelajaran atau hikmah di balik semua pengalamannya.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu
yang telah diketahui, dan apa yang diketahui manusia awalnya adalah dari
pengalamannya sendiri. Pengalaman memiliki kualitas yang berbeda-beda,
sebagaimana alat indrawi yang digunakanpun memiliki potensi yang berbeda.
Melihat merupakan pengalaman yang lebih baik dibandingkan dengan mendengar
karenaapayang kita dengar mudah dilupakan, sedangkan apayang dilihat akan kuat
untuk diingat. Merasakan lebih baik dari padamelihat, dan mengerjakan sesuatu
kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan hanya melihat dan merasakan.
Filsafat pendidikan yang berbasis
pada empiris telah menciptakan suatu aliran empirisme pendidikan yang
berpandangan bahwa dasar-dasar pendidikan harus digali dari pengalaman manusia sehingga
segalahal yang diberikan kepada manusia sesuai dengan perjalanan kehidupannya
yang nyata. Pendidikan bukan pelajaran idelisme yang mengajarkan sesuatu yang
“semu”, tanpa bukti yang pasti. Pengalaman manusia memiliki kebenaran yang
pasti dan dapat dirasionalisasi sesuai dengan dayaingat pemilik pengalamannya
masing-masing. Dengan pendidikan yang berbasis pada pengalaman, antara subjk
dan objek, pendidikan akan terjadi saling memberi informasi karenapendidikan
tidak akan dinamis apabila tidak ada duaunsur penting, yaitu memberi dan
menerima.
BAB IV
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi adalah kata lain dari
filsafat ilmu berasal dari bahasa latin episteme, berarti knowledge, yaitu
pengetahuan dan logos, berarti theory. Jadi, epistemologi berarti “teori
pengetahuan” atau teori tentang metode, cara, dan dasar dari ilmu pengetahuan,
atau study tentang hakikat tertinggi, kebenaran, dan batasan ilmu manusia.
Dalam filsafat, epistemologi merupakan cabang filsafat yang meneliti asal,
struktur, metode-metode dan kesahihan pengetahuan.
Epistemologi adalah analisis
filosofis terhadap sumber-sumber pengetahuan. Dari mana dan bagaimana
pengetahuan diperoleh, menjadi kajian epistemologis, sebagai conton bahwa semua
pengetahuan berasal dari Tuhan (Innama
al’ilmu min ‘indillah, la’ilmalana illa ma’alamtana), artinya Tuhan sebagai
sumber pengetahuan.
Dengan demikian, epistemoogi adalah
filsafat yang mengkaji seluk beluk dan tata cara memperoleh suatu pengetahuan,
sumber-sumber pengetahuan, metode dan pendekatan yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan logis dan rasional. Epistemologi memulai cara kerjanya
dengan mengajukan pertanyaan, dari mana pengetahuan itu diperoleh? Bagaimana
cara memperolehnya, dan mengapa pengetahuan yang diperoleh demikian adanya?
Penjelasan tentang epistemologi ini
berhu bungan langsung dengan epistemologi pendidikan. epistemologi pendidikan
adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk beluk pendidikan.
pertanyaan yang diajukan adalah dari mana sumber-sumber pendidikan yang menjadi
landasan dilaksanakannya pendidikan? pertanyaan berikutnya adalah mengapa
hal-hal yang dimaksud oleh dasar-dasar pendidikan menjadi landasan atau pijakan
pendidikan.
Pandangan Jalaludin menggambarkan
bahwa epistemologi pendidikan (terutama pendidikan Islam) berdasarkan pada
sumber-sumber yang diwahyukan Tuhan. Seluruh sumber pendidikan yang dimaksudkan
dapat ditafsirkan dengan metodologi yang terus berkembang. Tujuan pengembangan
pendidikan diarahkan pada pemberdayaan manusia sebagai makhluk yang
multidimensional.
Dengan akal budinya, kemampuan
manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi kemampuan berbahasa dan
berkomunikasi sehingga manusia disebut sebagai homo loquens dan animal
symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berfikir abstrak dan
konseptual sehingga disebut sebagai homo
sapiens (makhuk pemikir) atau menurut Aristoteles, manusia dipandang
sebagai animal the reasons yang
ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all
men by nature desire to know).
BAB V
FILOSOFI TENTANG
HAKIKAT PENDIDIKAN
A. Hakikat
Pendidikan di Masyarakat
Pendidikan merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun
karsanya, agar potensi tersebut menjadi nyatadan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan organis, harmonis, dinamis guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.
Beberapa aliran
filsafat pendidikan, yaitu:
1. Filsafat
pendidikan proresivisme, yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
Menurut progresivisme,
nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan.
2. Filsafat
pendidikan esensialisme, yang di dukung oleh idealisme dan realisme.
Esensialisme
berpandangan bahwa pendidikan di dalam kehidupan masyarakat diarahkan pada
tujuan yang substantif dan sejati.
3. Filsafat
pendidikan perenialisme, yang didukung oleh idealisme.
Perenialisme
berpandangan bahwa sesungguhnya kebutuhan masyarakat yang paling bersih, asli,
dan tidak tertandingi adalah kebutuhan rohani.
B. Hakikat
pengembangan kurikulum pendidikan
Pada
hakikatnya, fungsi kurikulum pendidikan adalah:
1. Sistem
hidup yang menjadi tuntunan masyarakat sebagai anak didik
2. Alat
dan bekal hidup di dunia
3. Metode
dan strategi menjalani kehidupan duniawi
4. Sistem
evaluasi diri, pengawasan diri dalam menghadapi kehidupan.
Hakikat kurikulum ini memberikan pemahaman pada kitabahwa
lembaga pendidik wajib menyajikan mata pelajaran dan menyajikannya kepada anak
didik dengan dasar-dasar moralitas dan falsafah yang baik dan benar. Mata
pelajaran tersebut diarahkan untuk membina akal dan hati anak didik serta
memperkuat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT.
C. Hakikat
pengembangan metode pendidikan
Pengembangan metode pendidikan berhubungan dengan alat-alat
pendidikan yang sangat penting digunakan dalam pendidikan, diantaranya adalah:
1. Pendidik
merupakan alat pendidikan
2. Lembaga
pendidikan
3. Sarana
dan prasarana pendidikan
4. Perpustakaan
5. Kecakapan
atau kompetensi pendidik
6. Metodologi
pendidikan
7. Manajemen
pendidikan
8. Administrasi
dan supervisi pendidikan
9. Strategi
pembelajaran
10. Evaluasi
pendidikan dan evaluasi belajar.
BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN
TENTANG TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
A. Tentang
tanggung jawab keluarga dalam pendidikan
Tanggung jawab yang paling paling menonjol dan mendapat
perhatian besar dalam pendidikan adalah tanggung jawab orang tua terhadap
anak-anaknya yang berwenang memberikan pengarahan, pengajaran, dan pendidikan.
orang tua memiliki hubungan terdekat dengan anak-anaknya dan mewariskan
karakter tertentu sehingga orang tua wajib meluruskan sifat-sifat anaknya yang
buruk menurut nilai-nilai yang berlaku.
Perkembangan anak
memerlukan bimbingan orang tuanya, sehinggaorang tuanya harus melakukan
hal-hal:
1. Memberi
teladan yang baik
2. Membiasakan
anak bersikap baik
3. Menyajikan
cerita-cerita yang baik
4. Menerangkan
segala yang baik
5. Membina
daya kreatif anak
6. Mengontrol,
membimbing, dan mengawasi prilaku anak dengan baik
7. Memberikan
sanksi yang bernilai pelajaran dengan baik.
B. Tanggung
jawab pendidik dan pemerintah dalam pendidikan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam undang-undang
Guru dan Dosen Pasal 1 dinyatakan sebagai berikut:
1. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2. Dosen
adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru
besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional
tertinggi bagi dosen yang masih mengajar dilingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggaraan
pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
BAB VII
FILSAFAT PENDIDIKAN
TENTANG PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Pengertian
penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelas berhubungan dengan praktik dan
proses pembelajaran para pendidik, guru maupun dosen. Penelitian tindakan kelas
merupakan bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran
dikelas secara lebih profesional.
Penelitian tindakan kelas dikenal dengan istilah classroom action research yang disingkat
CAR. Classroom action research (CAR)
adalah action research yang
dilaksanakan oleh guru didalam kelas.
B. Karakteristik
penelitian tindakan kelas
1. Masalah
penelitian berangkat dari masalah pembelajaran yang dipandang pendidik sebagai
masalah yang menghambat tercapainya tujuan pembelajaran.
2. Problem
pembelajaran dapat berupa metode belajar mengajar yang kurang efektif, siswa
yang kurang konsentrasi, buku bacaan yang kurang menarik, dan sebagainya.
3. Para
pendidik harus memiliki kemampuan meneliti masalah-masalah yang terjadi dalam
proses pembelajaran sehingga pendidik akan mencari solusinya.
4. Tindakan-tindakan
terentu yang dilakukan pendidik bertujuan memperbaiki proses belajar mengajar
di kelas.
BAB VIII
ALIRAN FILSAFAT
PENDIDIKAN SCHOLASTISISME
A. Pengertian
Scholastisisme
Pengertian scholastisisme sendiri menunjukan pada sebuah
kelompok, entah itu kelompok militer, monastic (kebiasaan) maupun akademik
(baik guru maupun siswa). Kata dalam bahasa latin sendiri berasal dari bahasa yunani
schole yang berarti “waktu luang” (leisure).
Scholatisisme sebagai sebuah metode mengajar yang dipelopori
oleh Abelard, yang didalamnya tercakup metode dialektik, metode ceramah, metode
debat, dan metode observasi. Scholatisisme adalah nama sebuah periode di abad
pertengahan yang dimulai sejak abad ke-9 hingga abad ke-15. Masa ini ditandai
dengan munculnya banyak sekolah (dalam bahasa latin schola) dan banyak pengajar
ulung. Selain itu, skolastik jug a menunjukan padametode tertentu, yakni metode
yang mempertanyakan dan menguji berbagai hal secara kristis dan rasional,
diperdebatkan, lalu diambil pemecahannya. Ciri dari metode scholastik adalah
kerasionalan dari apa yang dihasilkan.
Sumber:
Wikipedia. Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan
Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hlm: 144