HUDUD
(HUKUMAN)
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Mandiri
Mata Kuliah: Materi Fiqih MA
Oleh :
Rozaliha
Semester : V
Kelas : PAI-A
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi
Cirebon-Jawa Barat 45132
2014
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari, sudah tentu manusia berhubungan antara satu dengan
lainnya. Setiap orang mempunyai bermacam-macam kepentingan, baik itu
kepentingan rohani, kehormatan, kemerdekaan dan lainnya. Adakalanya kepentingan
tersebut bertentangan antara satu dan lainnya. Oleh sebab itu, perlu diadakan hukum-hukum
atau aturan-aturan yang membatasi hak dan kewajiban masing-masing agar tidak
bercampur. Jika dalam masyarakat tidak ada aturan, tentunya setiap orang akan
bertindak semaunya tanpa memikirkan dampak apa yang akan didapat. Oleh karenanya dalam makalah ini
penyusun memaparkan hudud (hukuman).
B.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian diatas terdapat rumusan masalah, diantanya adalah:
1. Apa
yang dimaksud hudud?
2. Apa
saja macam-macam hudud?
3. Apa
saja hikmah hudud?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah
ini ialah untuk menambah wawasan mengenai hudud (hukuman), yang dapat dijadikan
sebagai acuan agar tidak melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hudud
Hudud
adalah bentuk jamak dari had. Menurut bahasa adalah beberapa batas atau
dinding. Dalam istilah syara’ berarti nama salah satu kejahatan (jarimah), yang
mengenai harta benda orang, dan lain-lainnya. Hukumannya juga dinamakan hukuman
hudud untuk semua tindak pidana, dan disebut hukuman had untuk salah satu
tindak pidananya. Hukuman berlainan, sesuai dengan tindak pidananya.
Firman Allah dalam Qs.
Al-Baqarah: 229
“Dan
barang siapa yang melanggar hudud (hukum-hukum Allah), maka mereka adalah orang
aniaya”. (Qs. Al-Baqarah: 229)[1]
B.
Macam-macam
Hudud
Adapun macam-macam hudud
ialah:
1. Zina
Zina adalah melakukan persetubuhan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan suami istri, atau diluar nikah. Zinatermasuk perbuatan
keji dan sesat yang dilarang oleh Allah Swt, biasanya dilakukan oleh orang yang
lemah imannya.
Islam melarang perbuatan zina karena selain dapat merugikan
orang lain, juga dapat menyebabkan keturunan yang tidak jelas, baik dari pihak
pelaku maupun korbannya.
Allah Swt bersabda
dalam Qs. Al-Isra’:32
“Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zinaitu adalah perbuatan keji dan
suatu jalan yang buruk”. (Qs. Al-Isra’:32)[2]
Macam-macam zina:
a. Zina
muhsan
yaitu bagi orang yang sudah baligh, berkal,
merdeka, sudaj pernahcampur dengan jalan yang sah (nikah). Hukuman (had) bagi
muhshan adalah rajam atau dilempar dengan batu sampai mati. Hukuman tersebut
dapat dilaksanakan setelah mendapat keterangan dari empat saksi, selain dari
pengakuan pelakunya sendiri.
b. Zina
ghoiru muhshan
yaitu orang yang belum pernah menikah,
seperti gadis dengan perjaka. Hukumannya adalah dijilid (dicambuk sebanyak 100
kali) dan diasingkan kedaerah terpencil selama satu tahun. Adapun dalil bagi
zina ghoiru muhshon adalah firman Allah yang terdapat dalam Qs. An-Nur:2
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki pezina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya
seratus kali deraan”. (Qs. An-Nur: 2) [3]
2. Qodhaf
Menurut bahasa qadhaf artinya melempar. Sedangkan menurut
istilah artinya melempar tuduhan berbuat zina kepadaorang lain. Jika seseorang
menuduh zina kepada orang lain dan tuduhannya tersebut tidak disertai bukti
yang kuat maka penuduhnya dikenai hukuman qodhaf.
Menuduh orang lain berbuat zina, dengan tanpa bukti yang kuat
sama artinya dengan memfitnah. Jadi qodhaf hukumnya haram.
Allah berfirman dalam
Qs An-Nur: 22
“sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah (dari perbuatan
keji) lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat dan
bagi mereka adzab yang besar.” (Qs. An-Nur:22)
Bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina dan
tuduhannya tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan makaia harus
dikenai hukuman dera sebanyak 80 kali.
Allah Swt berfirman
dalam Qs. AN-Nur: 4
“Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
merekatidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) 80 kali dera dan janganlah kamu terimakesaksian merekauntuk
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasiq”. (Qs.An-Nur:4)
Jika seorang hamba sahaya menuduh berbuat zina dan tidak
menyertai bukti yang kuat, maka hukumannya adalah 40 kali cambukan.
Hukuman qodhaf bagi penuduh zina tanpa bukti dapat gugur
apabila uamamou menghadirkan empat saksi; pihak tertuduh memaafkan
perbuatannya; dan bagi suami yang menuduh istrinya berbuat zina, dapat gugur
hukumannya bila mampu menghadirkan 4 saksi atau berani bersumpah atas nama
Allah sebanyak 4 kali.
3. Minuman
keras
Miras adalah minuman yang memabukan seperti arak dan
sebagainya. Hukumnya haram dan bagi pelakunya adalah dosa besar.
Firman Allah dalam Qs.
Al-Maidah:90
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum arak, berjudi, (berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Makajauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu dapat
keberuntungan”. (Qs. Al-Maidah: 90)
Meminum barang haram walaupum
tidak sampai memabukkan, hukumnya tetap haram. Tidak hanya peminumnya yang
mendapat dosa besar akan tetapi juga bagi pembuat, pengedar, peracik, dan bagi
siapa saja yang ikut andil beredarnya barang haram tersebut.
Hukuman bagi orang yang minum miras, wajib didera 40 kali,
apabila ada 2 orang saksi laki-laki atau dia mengaku sendiri.
4. Mencuri
Mencuri artinya mengambil barang atau sesuatu milik orang lain tanpa sepengetahuan
dan seizin pemiliknya dengan maksud untuk memiliki. Mencuri adalah dosa besar
dan dilaknat oleh Allah. Perbuatan mencuri sangat merugikan orang lain. Oleh
sebab itu, oleh sebab itu, pelakunya harus mendapat hukuman yang setimpal
dengan perbuatannya.
Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya, maka dipotong
tangannya yang kanan (dari pergelangan tapak tangan). Bila mencuri kedua
kalinya, dipotong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong
tangannya yang kiri, dan yang keempat dipotong kakinya yang kanan. Kalau dia
masih mencuri, dipenjarakan sampai ia bertaubat.
Syarat hukum potong
tangan:
a. Pencuri
tersebut sudah baligh, berakal, dan melakukan pencurian itu dengan kehendaknya.
Anak-anak, orang gila, dan orang yang dipaksa orang lain tidak potong tangan.
b. Barang
yang dicuri itu sedikitnya sampai satu nisab (kira-kira seberat 93,6 gram
emas), dan barang itu diambil dari tempat penyimpanannya. Barang itupun bukan
kepunyaan si pencuri dan tidak ada jalan yang menyatakan bahwa ia berhak atas
barang itu. Oleh karenaitu, orang yang mencuri harta bapaknya tidaklah dipotong
tangannya begitupun sebaliknya. Demikian pula bila seorang suami istri mencuri
harta yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal dan sebagainya tidak
dipotong.
Apabila telah nyata ia mencuri dengan ada saksi atau mengaku
sendiri, selain tangannya wajib dipotong, iapun wajib mengembalikan hartayang
dicurinya itu, atau menggantinya kalau barang itu tidak ada lagi ditangannya.[4]
Hukuman bagi perampok
Perampok ada 4 macam:
a. Membunuh
orang yang dirampoknya dan diambil hartanya. Dalam hal ini hukumnya wajib
dibunuh, sesudah dibunuh kemudian disalibkan (dijemur).
b. Membunuh
orang yang dirampoknya, tetapi hartanya tidak diambil. Hukumnya iahanya wajib
dibunuh saja.
c. Hanya
mengambil harta bendanya saja, sedangkan orangnya tidak dibunuhnya, sedangkan
harta benda yang diambil sedikitnya satu nisab. Perampok yang seperti ini hukumnya
dipotong tangannya yang kanan dan kaki yang kiri.
d. Perampok
yang menakut-nakuti saja, tidak membunuh dan tidak mengambil harta benda.
Hukumnya hendaklah diberi hukuman penjara atau hukuman lainnya yang dapat
menjadi pelajaran kepadanya, agar ia jangan mengulangi perbuatannya yang tidak
baik itu.[5]
5. Bughat
Menurut bahasa artinya mencari atau melampaui. Sedangkan
menurut isltilah adalah pembangkangan atau melampaui. Jadi, yang dimaksud dengan
bughat adalah pembangkangan atau tindakan separatis terhadap pemerintahan yang
sah.
Kaum bughah yang boleh diperangi apabila memenuhi
syarat-syarat berikut:
a. Apabila
mereka mempunyai kekuatan berani melawan pemerintahan (imam yang adil)
b. Merekatelah
keluar dari kekuasaan pemerintahan hingga dalam pemerintahan itu
merekamembentuk pulapemerintahan lain dan mengangkat pula seorang pemimpin.
c. Terdapat
kekeliruan paham sehingga mereka beranggapan bajwa mereka tiak boleh keluar
dari kuasa pemimpin pemerintahan
d. Setelah
diajak berunding dengan bijaksana tetapi masih membangkang.
e. Apabila
mereka telah melakukan kekacauan dalam negeri,
seperti membakar,
membunuh, dan sebagainya.
Apabila pemberontakan telah terjadi, langkah pertama adalah
mengajak kedua golongan
itu berdamai saja, yaitu golongan yang diserang dan menyerang, terutama
tokoh-tokoh (pemimpinnya). Apabila para pelaku bughoh masih membangkang maka
tindakan yang harus dilakukan adalah memeranginya, kemudian jika telah
tertangkap harus diadili dimuka umum untuk dimintai pertanggungjawaban.[6]
6. Murtad
Murtad adalah salah satu dari beberapa macam kufur yang terjelek. Makna “Riddah”
dalam kitab fathul qorib al-mujib, menurut bahasa ialah kembali dari
meninggalkan sesuatu menuju sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara’ ialah
putusnya Islam dengan sebab niat kufur. Ucapan kufur, ataupun berbuat kufur,
seperti sujud kepada berhala, baik sujudnya atas dasar mentertawakan atau
karena nekat atau juga karena kepercayaan seperti mempercayai adanya dzat baru
yang membuat alam.
Barang siapa yang keluar dari Islam, laki-laki ataupun
perempuan seperti orang yang mengingkari wujud Allah atau mendustakan utusan
Allah ataupula menghalalkan barang yang diharamkan dengan kesepakatan para
ulama seperti zinadan minum arak atau mengharamkan yang halal seperti
pernikahan dan jual beli, maka orang tersebut harus diperintahkan bertaubat
seketika itu.
Jika orang tersebut bertaubat dan kembali lagi (masuk) Islam
dengan mengucapkan duakalimah syahadat secara urut,
yaitu pertama kepada Allah, kemudian kepada Rasul-Nya. Maka jika diamembalik
(mengimankan kepada Rasul Allah baru kemudian kepada Allah), makahukumnya tidak
sah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam syarah kitab Muhadz-dzab
dalam pembahasan niat wudlu.
Jika orang yang murtad itu tidak mau bertaubat, makaharus
dibunuh, maksudnya oleh sang Imam, bila si murtad orang yang merdeka dengan
dipotong lehernya dan tidak boleh dibunuh dengan dibakar dan yang sepadannya.
Jika yang membunuh si murtad itu bukan sang Imam, maka
hendaklah dita’zir. Bila yang murtad itu budak, maka tuannya boleh membunuhnya,
menurut pendapat yang lebih shahih.[7]
Pelaku murtad dikenai hukuman mati jika tidak mau bertaubat
dan kembali kepangkuan Islam dalam tenggang waktu tertentu. Hanya saja, syari’ah
tidak membatasi tenggang waktu diberikan kepada si murtad untuk kembali kepada
Islam.[8]
Orang yang meninggalkan shalat fardhu yang lima, kalau ia
meninggalkannya karena ingkar (membantah) akan wajibnya (sedangkan iatidak
udzur), maka ia dianggap kafir seperti murtad, karenaia menyangkal (perintah)
Allah yang istimewa, sepakat ulama atas wajibnya, dan dapat diketahui dengan
mudah. Orang semacam itu berarti juga mendustakan Allah dan Rasul-Nya makaia
wajib dihukum mati seperti orang-orang murtad, juga tidak dimandikan, tidak di
shalatkan, dan tidak dikuburkan dipengkuburan orang Islam.
Sabda Rasulullah Saw:
“Perbedaan antara hamba
Allah dengan kafir ilah meninggalkan shalat” (Riwayat Muslim)
Kalau seorang meninggalkan shalat karena malas saja, sedangkan
ia mengakui akan wajibnya, maka ia tetap dianggap orang Islam dan wajib disuruh
taubat. Kalau ia taubat (berarti ia kembali mengerjakan shalat), ia tidak
dihukumi mati. Tetapi kalau ia tidak mau taubat (tidak shalat), ia dihukum mati
juga; hanya, hukum mati disini dianggap
siksaan, karena ia masih dianggap orang Islam. Oleh karenaitu, ia tetap
dimandikan, dishalatkan, dan dikuburkan dipengkuburan orang Islam.[9]
C.
Hikmah
Hudud
1. Zina
a. Menjaga
kesucian
b. Terpeliharanya
keturunan yang sah dan jelas
c. Terjaganya
dari penyakit-penyakit kotor dan berbahaya
2. Qodhaf
a. Membuat
orang tidak sembarangan menuduh orang lain
b. Dapat
menjaga nama baik seseorang dari tuduhan dan fitnah yang kejam
3. Minuman
keras
a. Agar
terhindar dari penyakit yang dapat mengganggu kesehatan fisik maupun mental
b. Agar
tidak mengganggu ketenangan orang lain
4. Mencuri
a. harta
orang lain dapat terjaga
b. turut
mewujudkan lingkungan yang aman, nyaman, dan tentram.
5. Bughoh
a. terciptanya
situasi dan kondisi negara yang
aman
b. hilangnya
rasa takut dan was-was masyarakat
c. terjadinya
persatuan dan kesatuan dalam suatu bangsa.
6. Murtad
7. Murtad
a. Meyakini
hanya ada satu Tuhan yang wajib disembah yaitu Allah Swt.[10]
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Hudud adalah bentuk jamak dari had. Menurut bahasa adalah
beberapa batas atau dinding. Dalam istilah syara’ berarti nama salah satu
kejahatan (jarimah), yang mengenai harta benda orang, dan lain-lainnya.
Macam-macam hudud ada 6 yaitu: hudud zina, hudud qodhaf, hudud
minuman keras, hudud mencuri, hudud bughat dan hudud murtad.
Dari keenam hudud diatas terdapat hikmah yang terkandung
didalamnya, diantaranya ialah menghindari zina dapat menjaga kesucian.
Menghindari Qodhaf dapat membuat orang tidak sembarangan menuduh orang lain.
Menghindari minuman keras dapat terhindar dari penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan fisik maupun mental. Menghindari mencuri, harta orang lain dapat
terjaga. Menghindari bughat, dapat terciptanya situasi dan kondisi negara yang
aman. Menghindari murtad, dapat Meyakini hanya ada satu Tuhan yang wajib
disembah yaitu Allah Swt.
DAFTAR
PUSTAKA
As’ad,
Mahrus. 2005. Memahami Fiqh Madrasah
Aliyah Kelas 2. Bandung: CV Armico
Ibry,
Hufaf. 2004. Fathul Qorib Al-Mujib Studi
fiqih Islam Versi Pesantren. Surabaya: Tiga Dua
Masud, Ibnu. 2007. Fiqh Madzhab Syafii. Bandung: CV Pustaka
Setia
Rasjid, Sulaiman. 1954.
Fiqih Islam. Jakarta: Attahiriyah
Rasjid,
Suliman. 1994. Fiqih Islam. Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqh Imam Syafi’i, Terjemahan. Jakarta:Almahira
[1] Ibnu
Masud, Fiqh Madzhab Syafii, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 479
[2] Sulaiman
Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1954), hal. 412
[3] Mahrus
Asad, Memahami Fiqh Madrasah Aliyah Kelas 2, (Bandung: CV Armico, 2005),
hal. 27
[6] Mahrus
As’ad, Memahami Fiqh Madrasah Aliyah
Kelas 2, (Bandung: CV Armico, 2005), hlm. 27
[7] Hufaf
Ibry, Fathul Qorib Al-Mujib Srtudi fiqih
Islam Versi Pesantren 2, (Surabaya: Tiga Dua, 2004), hlm. 316-318
[8] Wahbah
Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, Terjemahan, (Jakarta:Almahira,
2010), hlm 259
[10] Mahrus
As’ad, Memahami Fiqh Madrasah Aliyah
Kelas 2, (Bandung: CV Armico, 2005), hlm. 27
0 komentar on "Fiqih MA"
Posting Komentar